Terus
terang, tulisan ini terinspirasi berat sebuah lagu Vierra yang berjudul Bersamamu.
Pertama kali mendengar liriknya, terbayang – bayang kebiasaan yang sering saya lakukan kepada istri;
memandangi wajahnya. Maka, tak pelak saya sering memutar ulangnya. Dan
begitulah nyatanya, ada perasaan senang campur bangga ketika melakukannya.
Apalagi ketika mendapati wajah istri berseri. Simaklah liriknya;
Memandang wajahmu ceria,
Membuatku tersenyum senang,
Indah dunia.
Tentu saja kita pernah,
Mengalami perbedaan,
Kita lalui.
Dalam
perjalanannya sebuah rumah tangga tak terlepas dari perbedaan dan perselisihan.
Seiring berjalannya waktu dan kedewasaan - antara suami dan istri, kadang
perbedaan dan perselisihan itu bisa dilewati dengan baik. Dan itu akan tampak dalam wajah keseharian yang berseri –
seri. Bercahaya. Enak dipandang. Dan aura menyejukkan. Kuncinya, saling
pengertian dan selalu mengontrol diri agar tidak serabutan dalam bersikap dan
bertindak. Coba cermati kembali Sabda Nabi SAW berikut ini.
Dari
Abu Huroiroh ra. ia berkata, “Dikatakan
kepada Rasulullah SAW manakah perempuan yang baik?” Beliau menjawab,”Yaitu perempuan yang menyenangkan pada
suami ketika dipandang, dan mentaatinya ketika diperintah dan tidak menyelisihi
di dalam diri dan hartanya dengan apa – apa yang dibenci oleh suami.”
(Rowahu an-Nasaa’i Kitabun Nikah)
Banyak
orang yang memahami dalil ini dengan sikap yang kurang proaktif. Lebih banyak
menunjuk hidung pihak lain daripada mengoreksi diri sendiri. Banyakan menuntut.
Banyak orang yang masih beranggapan bahwa hadits ini ditujukan khusus buat para
isteri. Sebab obyek yang dibicarakan memang jelas, yaitu kriteria perempuan
yang baik. Adalah kewajiban istri agar selalu enak dipandang suami. Berdandan,
bersolek, macak untuk sang suami. Itu adalah kewajibannya, tanpa mau tahu
bagaimana membuat istri bisa enak dipandang dan bagaimana cara memandangnya.
Bagaimana mau berdandan kalau tidak ada perlengkapan buat berdandan. Bagaimana
istri mau enak dipandang, jika sudah berdandan mau kerja, eh sang suami minta
dilayani. Walaupun istri mau melayani
tapi suasananya pasti tidak sedap dipandang. Sebab istri merasa terpaksa, entar
dosa, nggak taat suami dan beban terlambat, buru – buru, macet serta kena marah
atasan.
Disinilah
letak proaktif yang sejatinya merupakan tugas para suami yang tak kalah besar
dan menentukan itu. Dan itu semua tersirat dalam redaksional di atas. Apalagi
jika dikaitkan dengan tanggung jawab dan kepemimpinan seorang suami. Jadi,
jangan serta - merta menyalahkan istri, ketika sang suami menjumpai istrinya
berwajah muram, tak enak dipandang. Barangkali, sebab itu semua adalah kelakuan
kita - para suami - yang telah membuatnya durja. Pulang terlambat nggak
memberitahukan. Ada acara mendadak tak kirim kabar. Atau punya agenda lain
tersembunyi, padahal sudah ada janji dengan istri. Dan masih banyak contoh
kecil yang lain. Atau – tanpa sengaja –
melukainya bahkan mungkin sampai menganiayanya. Tapi kita sering tak
merasa. Dalil itu sering menutupinya
sehingga tuntutan didahulukan sebelum tuntunan diberikan. Padahal Rasulullah
SAW memberikan teladan, Dari Aswad ia berkata, ‘Aku bertanya kepada Aisyah ra.,
“Bagaimana Nabi berbuat - bertindak –
tanduk di dalam rumahnya?’ Aisyah ra. menjawab, “Beliau ada dalam kerepotan keluarganya, maksud Aisyah yaitu, melayani
keluarganya, maka ketika datang waktu sholat Beliau keluar untuk sholat.” (Rowahu
al-Bukhori K. an-Nafaqoot)
Kembali
pada syair di atas, kata – kata itu mengingatkan untuk bersyukur kala
menghadapi situasi yang menyenangkan. Mendapati wajah isteri ceria adalah
anugrah. Menenteramkan hati. Adalah sebuah rejeki mendapati wajah isteri
berbinar. Laksana rembulan sejuk bersinar. Dan selanjutnya pun jadi tahu, jika
melihat wajah isteri tidak berpadu – padan dengan keceriaan, biasanya ada yang
tidak beres dengannya. Disitulah letak kebahagiaan selanjutnya. Memandang wajah
isteri adalah cermin situasi yang tengah melanda rumah tangga yang sebenarnya.
Seraya membuka komunikasi untuk segera menyelesaikannya. Maka seolah nyambung,
lagu itu diakhiri dengan referen;
…………………
Ku kan setia menjagamu, bersama dirimu…dirimu,
Sampai nanti akan slalu bersama dirimu…,
Ya, begitulah seharusnya kehidupan berumah tangga.
Ada perbedaan. Ada perselisihan. Ada riak dan dinamika
kehidupan yang harus dimainkan. Tak lain, semua itu adalah jalan menuju
kebahagian itu sendiri. Sebagaimana Allah firmankan
dalam KitabNya, “Dan
gaulilah mereka istri dengan baik.” (QS An-Nisaa :
19). Pituah yang padat, penuh dan berisi. Tinggal kita memainkannya dalam
kehidupan sehari – hari sesuai dengan situasi dan kondisi. Yang semua itu juga
atas perkenanNya.(Ustad Fauzun)
Barokallohulakumaa buat Bimbi & Farrah