Translate

23/08/07

...BerSYUKUR...!

Orang Iman ketika mendapat nikmat wajib bersyukur.
Dalam ilmu fiqih, didefinisikan wajib itu adalah suatu perintah yang jika dikerjakan akan mendapat pahala dan ketika ditinggalkan, tidak dilaksanakan, akan mendapat siksa.
Jadi syukur itu wajib, sebagaimana diterangkan dalam Kitab Allah. Ada lima perintah bersyukur :

Dan bersyukurlah kalian kepadaku dan jangan kufur kalian.” (QS.Albaqoroh : 152)
”Dan bersyukurlah kalian kepada Allah, jika hanya kepada-Nya kamu menyembah. (QS.Albaqoroh : 172)
”Dan bersyukurlah kalian pada nikmat Allah, jika hanya kepada-Nya kamu menyembah.” (QS. Nahl : 114)
”Dan sembahlah Dia dan bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu akan dikembalikan". (QS.Ankaabut : 17)
“Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan Yang Maha Pengampun".(QS. Saba : 15)

Kelima ayat tersebut menyeru; wasykuruu, dengan diiringi berbagai alasan penguat. Ada dua penguat perintah syukur yang terdapat dalam ayat yang berbeda namun redaksi dan maksudnya sama, yaitu bersyukurlah kalian kepada Allah jika hanya kepada-Nya kalian menyembah (no 2 dan 3). Dengan demikian menjadi jelas bahwa syukur merupakan salah satu bukti bentuk ibadah kepada Alloh.

Saya memandang ayat ini merupakan himbauan telak – pasemon kata orang jawa – dalam menggiring hamba Allah yang beriman agar bisa menambah rasa syukurnya. Kita boleh tidak bersyukur atas nikmat Alloh kalau kita tidak menyembahNya. Padahal, inna sholatii wanusukii wamahyaya wamamati lillaahi robbil ’aalamiin. Jadi tidak pantas dikatakan sebagai orang iman, jika orang iman itu tidak pandai bersyukur. Keterlaluan. Sungguh terlalu...! Nah, jalan ke sana telah diberikan juga.

Pertama, syukur dengan lisan. Ini yang paling gampang. Lisan mengucapkan kalimat pujian kepada Allah: Alhamdulillaah.

Pahami hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi dan selainnya dari Ibnu ’Amr, Rasululloh SAW bersabda, ”Memuji (atas nikmat) adalah puncak kesyukuran, seorang hamba tidak dikatakan syukur kepada Allah jika tidak memuji-Nya.”
Dalil lain yang dinukil oleh Dailami dari Umar, Rasululloh SAW bersabda, ”Memuji atas nikmat, merupakan pengaman agar nikmat tidak hilang.”
Dan juga sedikit menceritakannya, sesuai dengan dalil, ”Menceritakan nikmat Allah adalah sebagian dari syukur.”
Kenapa sedikit saja?
Sebab di hadist Thobroni meriwayatkan dari Ibnu Abbas, Rasululloh SAW bersabda, "Berusahalah untuk keberhasilan memenuhi berbagai kebutuhan dengan cara menyimpan (tidak menceritakan nikmat) karena setiap orang yang memiliki nikmat akan ada orang yang dengki.”
Sedikit ini berarti harus papan, empan, adepan. Yang jelas, menceritakan bisa dilakukan setelah ucapan syukur dilantunkan dan situasi memungkinkan.

Kedua, syukur dengan perbuatan. Tak lain adalah menggunakan nikmat itu untuk beribadah kepada Allah sak polnya.

Contohnya seperti Keluarga Nabi Daud yang diceritakan dalam Surat Saba’ ayat 13. Allah berfirman,”Beramallah kalian wahai keluarga Daud untuk bersyukur.”

Juga apa yang dicontohkan Baginda Rasul sebagaimana diriwayatkan dalam K. Sittah dari Aisyah, bahwa Rasululloh SAW sholat lail sampai kakinya bengkak dan telapak kakinya pecah-pecah. Ketika Aisyah bertanya, ”Mengapa engkau melakukan ini ya Rasul, padahal Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang lampau maupun yang akan datang?” Beliau bersabda, ”Bukankah aku seorang hamba yang ahli syukur.” Inilah teladan yang sempurna dalam bersyukur. Uswatun hasanah.

Dalam prakteknya, fenomena kedua ini amat berat dilaksanakan.

Kenapa ya?

Contohnya terlalu tinggi atau kitanya yang belum bisa memahami sebenar-benarnya hakikat syukur ini?
Mari kita cari jawabnya.

Setelah mencoba mencari dan menggali dari berbagai nara sumber dan referensi (manqul–red), ada beberapa kata kunci untuk menembus predikat kedua itu. Yaitu di saat kita bisa menerima sekecil apapun nikmat yang diberikan Allah kepada kita sebagai nikmat yang paling pol. Hati tidak dengki melihat orang lain yang diberi nikmat oleh Alloh melebihi daripada yang kita miliki. Dan jauh dari sifat tamak, yaitu sifat tidak puas terhadap yang telah kita miliki dan berharap memiliki sesuatu yang dimiliki orang lain.

Susah ya?
Ya, sebab memang kita masih digandholi oleh Dunia...!. (Kus)

Tidak ada komentar: