Translate

02/03/07

...MENIKAH TIDAK BISA DIMASUKKAN LOGIKA...!!!

Saya selalu mengatakan bahwa menikah adalah hal yang sangat kodrati. Dalam bahasa saya, menikah tidak dapat di matematiskan. Jika suatu saat ada orang yang mengatakan, "secara materi saya belum siap," saya akan selalu mengejar dengan pertanyaan yang lain, "berapa standar kelayakan materi seseorang untuk menikah?"
Tak ada..!!!. Sebenarnya tak ada. Jika kesiapan menikah diukur dengan materi, maka betapa ruginya orang-orang yang papa. Begitu juga dengan kesiapan-kesiapan lain yang bisa diteorikan seperti kesiapan emosi, intelektual, wawasan dan sebagainya. Selalu tak bisa dimatematiskan. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa menikah adalah sesuatu yang sangat kodrati.

Bukan dalam arti saya menyalahkan teori-teori kesiapan menikah yang telah dibahas dan dirumuskan oleh para ahli. Tentu saja semua itu perlu sebagai wacana memasuki sebuah dunia ajaib bernama keluarga..

Sebagai contoh saja, banyak pemuda berpenghasilan tinggi, namun belum juga merasa siap untuk menikah. Belum siap..lah...Belum qodar lah (belum usaha..kok bilang qodar). Lagi nyicil..lah dll. Itu alasan yang paling mudah dijumpai. Dulu, sebelum saya punya gaji, saya sangka baik pada Alloh, rejeki ada yg ngatur. Saya Harus menikah walau saya masih kuliah. Hidup saya hanya mengandalkan kiriman ortu (PNS). Saya bisa hidup pas-pasan. Bagaimana kalau nanti punya anak dan istri? Saya bahkan belum punya rumah?....Saya selalu sangka baik pada Alloh. Jaminannya....Anda sudah tahu Dalilnya khan.....Jaminan Alloh

Kalau kau menunggu gajimu cukup, maka kau tak akan pernah menikah. Bisa jadi besok Allah menghendaki gajimu naik tiga kali lipat. Tapi percayalah, pada saat yang bersamaan, tingkat kebutuhanmu juga akan naik... bahkan lebih tiga kali lipat. Saat seseorang tak memiliki banyak uang, ia tak berpikir pakaian berharga tertentu, televisi, laptop... atau mungkin hp merk mutakhir. Saat tak memiliki banyak uang, makan mungkin cukup dengan menu sederhana yang mudah ditemui di warung-warung pinggir jalan. Tapi bisakah demikian saat Anda memiliki uang? Tidak akan. Selalu saja ada keinginan yang bertambah, lajunya lebih kencang dari pertambahan kemampuan materi. Artinya, manusia tidak akan ada yang tercukupi materinya.

Menikah adalah sebuah elemen kodrati sebagaimana rezeki dan juga ajal. Tak akan salah dan terlambat sampai kepada setiap orang. Tak akan bisa dimajukan ataupun ditahan. Selalu tepat sesuai dengan apa yang telah tersurat pada awal penciptaan anak Adam.

Menikah adalah salah satu cara membuka pintu rezeki, ingat dalilnya luur...... Ada sabda Rasulullah, ”Irtamizu rizko binnikah”. ”Menikahlah maka kau akan menjadi kaya." Mungkin secara logika akan sangat sulit dibuktikan statemen-statemen tersebut. Taruhlah, pertanyaan paling rewel dari makhluk bernama manusia, "Bagaimana mungkin saya akan menjadi kaya sedangkan saya harus menanggung biaya hidup istri dan anak? Dalam beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi sosial juga tidak bisa lagi saya sikapi dengan simpel. Contoh saja, kalau ada tetangga atau teman yang hajatan, menikah dan sebagainya, saya tentu saja tidak bisa lagi menutup mata dan menyikapinya dengan konsep-konsep idealis. Saya harus kompromi dengan tradisi; hadir, nyumbang... yang ini berarti menambah besar pos pengeluaran. Semua itu tak perlu menjadi beban saya pada saat saya belum berkeluarga."

Saat saya dihadapkan pertanyaan 'menikah' pertama kali dalam hidup saya, saya sempat maju mundur dan gamang dengan wacana-wacana semacam ini. Lama sekali saya menemukan keyakinan -–belum jawaban, apalagi bukti–- bahwa seorang saya hanyalah menjadi perantara Allah memberi rezeki kepada makhluk-Nya yang ditakdirkan menjadi istri atau anak-anak saya.

Harusnya memang demikian. Itulah keajaiban yang kesekian dari sebuah pernikahan. Saya sendiri menikah pada tahun 1990, saat umur saya dua puluh tiga tahun. Saat itu saya masih Ko-as/Mhs di FKH IPB Bogor.

Dengarkan...! Dengarkan baik-baik bagian cerita saya ini.
Beberapa hari setelah saya menikah, istri saya langsung diterima bekerja. Beberapa bulan berikutnya urusan skripsi, praktek lapang saya berjalan dengan lancar...mulus... tapa hambatan. . Interval sejak KUA sampai saya benar-benar dapat pekerjaan +/- satu tahun. Padahal, saya ditempatkan di Bandung....bayangkan baru manten anyar sudah hidup terpisah.. Dilalah... saya hanya 9 bulan di Bandung kemudian saya di dekatlagi oleh Alloh, pindah ke Jakarta lagi. Saat anak lahir, saya masih menempati rumah kontrakan, lagi-lagi ada keajaiban, walau saya belum bisa bayar kontrakan, diberi keringanan oleh si empunya, boleh bayar belakangan. Miracle berikutnya...! Subhanallah...! Saya bisa mengambil rumah BTN di sawangan, saya semakin yakin bahwa saya hanyalah perantara rezeki bagi anak dan istri saya... juga –mungkin –orang lain. Kemudian kami bertekad untuk menabung, sampai bisa berangkat haji. Alhamdulillah bisa berangkat dengan biaya murah Rp. 7.5 juta tahun 1997 walau dengan cara jual mobil, pinjam ortu dll

”Barangsiapa yg tawakkal pada Alloh maka DIA akan mencukupinya, barang siapa yg tawakkal pada Alloh dengan sehaq-haqnya tawakkal, maka Alloh akan memberi dia rezki sebagaimana Alloh memberi rezki pada burung pagi-pagi lapar dia dan sorenya sudah kenyang....”

perkawinan-bahagia.blogspot.com

Tidak ada komentar: