Translate

22/03/07

Alasan Belum mau menikah

Banyak diantara muda-mudi yg belum menikah sampai sekarang beralasan BELUM QODAR tetapi salah satu PENYEBABNYA seperti tsb dibawah ini :

1. Banyak pertimbangan
Banyak pertimbangan kadang-kadang suka jadi kendala pernikahan. Kebanyakan menimbang membikin mereka jadi tambah ragu-ragu untuk mengambil keputusan

2. Milih-milih
Kebiasaan suka milih-milih juga bisa bikin jadi kendala. Memang semua manusia pengen yg super, pinter dan kece. Tapi kalau nyatanya 'calon' biasa-biasa saja, apa lantas jadi masalah. Jangan terlalu banyak memilih doong.. Lagian belum tentu loh yg kesannya Top didepan mata, Top juga dalamnya. Yang penting Innernya.

3. Kurang Pede
Perasaan kurang pede juga bisa jadi alasan buat mereka untuk mundur dari niat semula. Kurang pede sama diri sendiri (menganggap diri kurang pantas 'bersanding' sama 'calon') Sebenarnya kalau rasa sayang kita ke dia (calon) gede banget, yakin deh rasa kurang pede itu bisa di buang jauh-jauh.

4. Takut.
Perasaan takut biasanya terjadi sama mereka yg belum pernah kawin atau pertama kali. Memang dimana-mana yg serba pertama itu agak nakutin. Nikah itu asyiiik.. lagi. Ada yg sayang sama kita, ada tempat berbagi curhat, ada yg 'care' sama kita, enak kan? Seruu.. dan Asyik...bo.

5. Pegen Lebih
Keinginan punya calon 'lebih' juga bisa jadi salah satu kendala. Buat mereka, standar cowok/cewek yg baik, paham ternyata kurang cukup. Maunya ada kelebihan lain. Entah lebih cantik, Lebih ganteng, Lebih kaya dan lebih-lebih lainnya. Dan kalau itu terjadi, bisa-bisa mereka selalu menunda-nunda kawin. Kalau mereka ngototnya yg 'lebih' belum tentu dia mau sama kita. Jangan-jangan dia juga cari yg lebih dari kita.

6. Takut Mengecewakan
Perasaan takut gagal memang suka dibayangin oleh orang yg baru berniat kawin. Siapa sih yg pengen kegagalan? Apa lagi sudah banyak kasus perceraian. Padahal itu problemnya masing-masing belum tentu hal yg sama menimpa kita. Kalau kita sudah yakin 'calon' termasuk tipe orang yg 'baik' dan 'normal' berarti nggak perlu takut.

7. Takut Nyesel
Kata orang nikah itu ibaratnya berjudi, kita nggak tahu gimana endingnya, heppy atau gagal. Karena itu alangkah baiknya mereka nggak usah terlalu ngebebanin dengan perasaan takut mendapat orang yg 'salah' selama kita heppy bersamanya dan dia nggak memanfaatin kita, itu sudah pertanda baik kalau kita tidak salah memilih.

8. Takut ada yg lebih baik
Kita memang nggak pernah tahu 'apakah dia jodoh kita atau bukan' . Takut masih ada orang lain yg lebih pas buat kita. Kita masih saja terus nyari jodoh yg tersembunyi, padahal.......ada di depan mata!.

9. Ternyata nggak Seru Lagi.
Seringkali waktu 'pdkt' dia kelihatan oke banget, gemesin banget, seru banget dan bikin kita penasaran banget. Tapi seringkali pula dengan berjalannya waktu perasaan gemes dan penasaran itu lama-lama berkurang dan akhirnya nggak tersisa lagi. Dan kelihatan dia sebagai orang yg biasa-biasa saja di mata kita. Ogah deh ketemu lagi. Yaaah..... kalo itu mah namanya pembosan. Kalo belum apa-apa kita sudah bosan pada sesuatu, jangan harap hubungan kita abadi.

10. Plin-Plan
Susah menentukan karena saking banyak yg disuka. Suka sama si A, juga sama si B, si C, D. Kebanyakan susah menentukan pilihan....
Asal dia memiliki banyak kecocokan dengan kita.... udah aja sikaat...
Eh.... tapi itu semua tetap harus di Istiqorohin lho...!!!

02/03/07

...MENIKAH TIDAK BISA DIMASUKKAN LOGIKA...!!!

Saya selalu mengatakan bahwa menikah adalah hal yang sangat kodrati. Dalam bahasa saya, menikah tidak dapat di matematiskan. Jika suatu saat ada orang yang mengatakan, "secara materi saya belum siap," saya akan selalu mengejar dengan pertanyaan yang lain, "berapa standar kelayakan materi seseorang untuk menikah?"
Tak ada..!!!. Sebenarnya tak ada. Jika kesiapan menikah diukur dengan materi, maka betapa ruginya orang-orang yang papa. Begitu juga dengan kesiapan-kesiapan lain yang bisa diteorikan seperti kesiapan emosi, intelektual, wawasan dan sebagainya. Selalu tak bisa dimatematiskan. Itulah sebabnya saya mengatakan bahwa menikah adalah sesuatu yang sangat kodrati.

Bukan dalam arti saya menyalahkan teori-teori kesiapan menikah yang telah dibahas dan dirumuskan oleh para ahli. Tentu saja semua itu perlu sebagai wacana memasuki sebuah dunia ajaib bernama keluarga..

Sebagai contoh saja, banyak pemuda berpenghasilan tinggi, namun belum juga merasa siap untuk menikah. Belum siap..lah...Belum qodar lah (belum usaha..kok bilang qodar). Lagi nyicil..lah dll. Itu alasan yang paling mudah dijumpai. Dulu, sebelum saya punya gaji, saya sangka baik pada Alloh, rejeki ada yg ngatur. Saya Harus menikah walau saya masih kuliah. Hidup saya hanya mengandalkan kiriman ortu (PNS). Saya bisa hidup pas-pasan. Bagaimana kalau nanti punya anak dan istri? Saya bahkan belum punya rumah?....Saya selalu sangka baik pada Alloh. Jaminannya....Anda sudah tahu Dalilnya khan.....Jaminan Alloh

Kalau kau menunggu gajimu cukup, maka kau tak akan pernah menikah. Bisa jadi besok Allah menghendaki gajimu naik tiga kali lipat. Tapi percayalah, pada saat yang bersamaan, tingkat kebutuhanmu juga akan naik... bahkan lebih tiga kali lipat. Saat seseorang tak memiliki banyak uang, ia tak berpikir pakaian berharga tertentu, televisi, laptop... atau mungkin hp merk mutakhir. Saat tak memiliki banyak uang, makan mungkin cukup dengan menu sederhana yang mudah ditemui di warung-warung pinggir jalan. Tapi bisakah demikian saat Anda memiliki uang? Tidak akan. Selalu saja ada keinginan yang bertambah, lajunya lebih kencang dari pertambahan kemampuan materi. Artinya, manusia tidak akan ada yang tercukupi materinya.

Menikah adalah sebuah elemen kodrati sebagaimana rezeki dan juga ajal. Tak akan salah dan terlambat sampai kepada setiap orang. Tak akan bisa dimajukan ataupun ditahan. Selalu tepat sesuai dengan apa yang telah tersurat pada awal penciptaan anak Adam.

Menikah adalah salah satu cara membuka pintu rezeki, ingat dalilnya luur...... Ada sabda Rasulullah, ”Irtamizu rizko binnikah”. ”Menikahlah maka kau akan menjadi kaya." Mungkin secara logika akan sangat sulit dibuktikan statemen-statemen tersebut. Taruhlah, pertanyaan paling rewel dari makhluk bernama manusia, "Bagaimana mungkin saya akan menjadi kaya sedangkan saya harus menanggung biaya hidup istri dan anak? Dalam beberapa hal yang berkaitan dengan interaksi sosial juga tidak bisa lagi saya sikapi dengan simpel. Contoh saja, kalau ada tetangga atau teman yang hajatan, menikah dan sebagainya, saya tentu saja tidak bisa lagi menutup mata dan menyikapinya dengan konsep-konsep idealis. Saya harus kompromi dengan tradisi; hadir, nyumbang... yang ini berarti menambah besar pos pengeluaran. Semua itu tak perlu menjadi beban saya pada saat saya belum berkeluarga."

Saat saya dihadapkan pertanyaan 'menikah' pertama kali dalam hidup saya, saya sempat maju mundur dan gamang dengan wacana-wacana semacam ini. Lama sekali saya menemukan keyakinan -–belum jawaban, apalagi bukti–- bahwa seorang saya hanyalah menjadi perantara Allah memberi rezeki kepada makhluk-Nya yang ditakdirkan menjadi istri atau anak-anak saya.

Harusnya memang demikian. Itulah keajaiban yang kesekian dari sebuah pernikahan. Saya sendiri menikah pada tahun 1990, saat umur saya dua puluh tiga tahun. Saat itu saya masih Ko-as/Mhs di FKH IPB Bogor.

Dengarkan...! Dengarkan baik-baik bagian cerita saya ini.
Beberapa hari setelah saya menikah, istri saya langsung diterima bekerja. Beberapa bulan berikutnya urusan skripsi, praktek lapang saya berjalan dengan lancar...mulus... tapa hambatan. . Interval sejak KUA sampai saya benar-benar dapat pekerjaan +/- satu tahun. Padahal, saya ditempatkan di Bandung....bayangkan baru manten anyar sudah hidup terpisah.. Dilalah... saya hanya 9 bulan di Bandung kemudian saya di dekatlagi oleh Alloh, pindah ke Jakarta lagi. Saat anak lahir, saya masih menempati rumah kontrakan, lagi-lagi ada keajaiban, walau saya belum bisa bayar kontrakan, diberi keringanan oleh si empunya, boleh bayar belakangan. Miracle berikutnya...! Subhanallah...! Saya bisa mengambil rumah BTN di sawangan, saya semakin yakin bahwa saya hanyalah perantara rezeki bagi anak dan istri saya... juga –mungkin –orang lain. Kemudian kami bertekad untuk menabung, sampai bisa berangkat haji. Alhamdulillah bisa berangkat dengan biaya murah Rp. 7.5 juta tahun 1997 walau dengan cara jual mobil, pinjam ortu dll

”Barangsiapa yg tawakkal pada Alloh maka DIA akan mencukupinya, barang siapa yg tawakkal pada Alloh dengan sehaq-haqnya tawakkal, maka Alloh akan memberi dia rezki sebagaimana Alloh memberi rezki pada burung pagi-pagi lapar dia dan sorenya sudah kenyang....”

perkawinan-bahagia.blogspot.com